Affiliate Program ”Get Money from your Website” Lot of Visitors

Kamis

WORKSHOP BEDAH FILSAFAT NUSANTARA

Workshop

Bedah Filsafat Nusantara

Menggali Tradisi Merumuskan Metodologi

Keynote Speaker : Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin

( Dekan Fakultas Filsafat UGM)

Narasumber:

Dr. Joko Siswanto

Dr. Argo Twikromo

Dr. P. M. Laksono

Dr. Arqom Kuswanjono

28-29 November 2008 Auditorium Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

________________________________________________________________________

I. Pembukaan Ketua Panitia

II. Sambutan dekan filsafat: Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin

Alasan mengkaji Filsafat nusantara:

1. Suatu kondisi objektif bahwa study filsafat nusantara belum disentuh oleh para cendikia Indonesia
2. Perkembangan kelembagaan.

Saat ini banyak peneliti dari negara lain mempelajari objek material budaya Indonesia akan tetapi pribadi masyarakat Indonesia belum dipahami oleh para peneliti dari negara lain tersebut sehingga studi yang dilakukan dangkal dan kering karena belum menyentuh pada nilai-nilai luhur dari bangsa Indonesia

3. Kepentingan Praktis.

Studi kefilsafatan ini diharapkan dikemas semenarik mungkin sehingga dapat dijual dan dapat menjadi oriented bagi fakultas Filsafat UGM

Tujuan workshop: terbukanya bank data/ bank proposal yang dapat dikumpulkan menjadi referensi bagi studi filsafat nusantara selanjutnya.

________________________________________________________________________

III. Acara Inti Bedah Filsafat Nusantara

Misi yang diemban adalah merekontruksi pemikiran Filsafat Nusantara dimana saat ini ada asumsi-asumsi yang harus dibangun kembali.

Orang mungkin bertanya mengapa menggunakan term filsafat nusantara, bukan filsafat Indonesia. Hat ini karena term Nusantara melambangkan kekhasan yang membedakan budaya Indonesia dengan budaya bangsa lain bahkan dengan bangsa serumpun seperti Malaysia sekalipun. Misalnya: Reog ponorogo yang beberapa waktu yang lalu menjadi bahan pembicaraan karena di-klaim sebagai budaya Malaysia. Sebenarnya kontroversi ini dapat diselesaikandengan menganalisis runtut sejarah asalmula budaya reog tersebut dan nilai-nilai yang melatarbelakanginya. Malaysia bisa saja memainkan tarian reog tersebut sefasih dengan yang dilakukan oleh orang Ponorogo akan tetapi tidak mampu menunjukan nilai-nilai yang melatarbelakangi budaya reog ini diciptakan karena budaya ini khas Indonesia dimana budaya tersebut diciptakan sesuai nilai-nilai yang diyakini masyarakat setempat yakni masyarakat Ponorogo yang tidak terdapat di daerah lain.

Contoh lainnya adalah karya sultan Hamengkubuwono tentang Fil Indonesia akan tetapi isinya tentang filsafat nusantara khususnya budaya Jawa yang khas.

Inti dari filsafat Nusantara yakni, objek formalnya Nusantara; sedangkan objek materialnya Budaya Indonesia

Filsafat Indonesia identik dengan filafsat pancasila (formalitasnya), pancasila adalah bagian dari kenusantaraan yang secara ilmiah harus dibedakan. Dalam mencetuskan pikiran (mind/ filsafat) ataupun badaya Indonesia, keduanya bersatu (diaektika ) menjadi civillization, Nusantara.Tamalaka lebih mengkaji mind daripada budayanya. Civillization lebih kuat untuk disebut civillization nusantara dari pada civillization Indonesia.

Budaya islam dengan budaya hindu saling melengkapi dalam sejarah terbentuknya budaya nusantara. Budaya nusantara adalah hasil sinkretisme antara nilai-nilai keagamaan dengan budaya Indonesia. Oleh karenanya tidak mudah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Untuk memperdebatkan landasan Sila Pertama dicetuskan adalah melalui sejarah sinkretisme. Nusantara tidak tunggal dari dimensi budaya dan juga dari dimensi religius.

Local jenius merupakan penanda yang menunjukan identitas yang berbeda dengan suku bangsa yg lain. Dengan perspektif local jenius dapat diketahui bahwa secara epistemologi Nusantara tidak sampai wilayah Malaysia,Singapura, Thailand dan sebagainya. Meskipun secara politik dalam sejarah sama tapi yang membedakan Indonesia dengan negara lain adalah local jenius. Misalnya: Ramayana Indobesia berbeda dengan Ramayana India. Meskipun objek materialnya sama-sama tari ramayana tapi objek formalnya berbeda. Objek formal yakni local jenius “aku adalah aku” dalam kaitannya dengan Epistemologi, Metafisika dan Axiologinya yang membedakan antara kita dengan yang lain.

Dengan demikian Sistematika Pemikiran Filsafat Nusantara terdiri dari 3 pilar jati diri yaitu:

a) Pilar Ontologis.

Pilar Ontologis disini adalah manusi Indonesia yang terdiri atas jiwa dan raga ke-Indonesiaan. Penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang diakui secara formal, mempunyai tradisi yang khas Indonesia, mempunyai karakter-karakter manusia Indonesia yang tercermin dalam objek materialnya. Kerangka Ontologis ini tercermin pula dari karya-karya sastra Indonesia. Misalnya: karya Hamzah, tasawuf Aceh berbeda dengan tasawuf Arab.

b) Pilar Axiologis.

Pilar Axiologis adalah nilai-nilai luhur Indonesia yang ramah-tamah gotong-royong, nilai estetik Indonesia yang khas yang membedakan dengan bangsa lain. Misalnya: Reog, nilai-nilai yang melatarbelakanginya berasal dari nilai bangsa Indonesia yang berbeda dengan Malaysia.

c) Pilar Epistemologis

Pilar Epistemologis mencakup pengetahuan dan sejarah asal-muasal terbentuknya budaya tersebut.

Ketika pilar tersebut dapat digali dengan metodologi hermeutika yang diolah sacara filosofis

Mungkinkah Hermeuika Menjadi Metode Untuk Membedah Filsafat Nusantara

oleh: Dr. Joko Siswanto

Untuk menggali Filsafat Nusantara dapat secara antroposentris, lokosentris, dramakosentris, tradisi Indonesia dan lain sebagainya. Misalnya: wayang, tradisi minang dan lain sebagainya.

A. PERSOALAN MENDASAR DALAM MEMBEDAH FILSAFAT NUSANTARA

ADA DUA PENDEKATAN YANG MUNGKIN:

1. Filsafat nusantara sebagai “ Genetivus Objektivus” (Phi;osophy of Nusantara).

Pendekatan ini merupakan tradisi metode barat.

2. Filsafat Nusantara sebagai “ Genetivus Subjektivus” (Nusantara Philosophy). Pancasila philosophy, semestina memakai metode ini.

B. ASUMSI-ASUMSI HERMENEUTIKA

1. Asumsi Pertama:

Asumsi dasar teori hermeneutika adalah bahwa pembaca teks tidak memiliki akses langsung kepada penulis atau pengarang teks karena perbedaan ruang, waktu, dan tradisi. Misalnya: serat kalatidha Karya Ronggo warsito. Kita sudah berbeda ruang dan waktu dengannya. Pengarang mengekspresikan diri dalam bahasa teks, dengan demikian ada makna subjektif. Masalahnya bagaimana membawa keluar makna subjektif sebagai ekspresi objektif kepada orang lain. Boleh diketakan bahwahermeneutika adalah mengungkap horizon masalalu kepada dunia masa kini.

2. Asumsi Kedua:

Hermeneutika sebagai “fenomena khas manusia”. Tesis ini terkait dengan gejala yang membedakan manusia dengan binatang, bahwa manusia adalah: animal symbolicum, languageusing-animal (Ernst Cassirer). Menurut Derida: kemampuan manusia dari dalam sehingga semua orang mampu melakukannya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidakalepas dari bahasa. Bahasa sebagaimana terwujud dalam kata-kata, kalimat dan kesatuan gagasan merupakan objektivikasi dan kesadaran manusia tentang realitas. Dalam percakapan amnusia senantiasa melakukan penafsiran secara terus-menerus.

3. Asumsi Ketiga:

Hermeneutika adalah watak dasar manusia. Pada hakikatnya manusia cenderung memberi makna : man condemned to meaning (Merleau Ponty). Memberi makna sama dengan memahami (Verstehen).

Ada tiga tingkat pemahaman:

- Pemahaman langsung atas alam material.

- Pemahaman atas budaya

- Pemahaman atas diri sendiri atau memahami manusia lain.

PENGERTIAN HERMENEUTIKA

Hermeneutika berasal dari kata Yunani: hermeneue

bersambung....

Sabtu

met tahun baru kawan2

wah besok aq ujian neh! doain aq ya kawan2

tempat iklan

coba